Facebook

banner image

Menjadi Dewasa















"Siapkah aku menjadi dewasa?" tanya seorang gadis remaja yang sebentar lagi akan menginjak usia ke-17.

Ya, konon katanya, usia 17 adalah pintu gerbang kedewasaan. Misal, kalimat yang sering dituliskan di awal film-film (jadul) seperti film Dono, Kasino, Indro atau film *tiiiiiii*: "untuk 17 tahun ke atas" dengan asumsi bahwa 17 tahun itu sudah dewasa. Ada celetukan lucu dari seorang ustadz muda asal Makassar menanggapi perilhal "untuk 17 tahun ke atas" ini: "Waaah bahaya donk jadi orang dewasa, filmnya yang kayak begitu!" ^^

Masyarakat umum kerap menganggap 17 tahun ya dewasa, dewasa ya 17 tahun. betulkah anggapan ini?
Kedewasaan pada dasarnya ada 2 definisi. Dewasa secara fisik dan dewasa secara psikis. Namun, di antara kedua jenis 'dewasa' ini tentu dewasa secara psikis alias pola pikir-lah yang lebih mencerminkan 'dewasa' yang sebenarnya.

Kedewasaan tidak dinilai dari sudah dapat pacar atau belum (hehey...) lebih buruk lagi jika dewasa dianggap sebagai usia dimana seseorang sudah boleh nonton film-film hot (berita kebakaran misalnya :D). Kedewasaan adalah kematangan pola pikir, tidak lagi seperti anak kecil yang selalu menuntut segala keinginannya terpenuhi tanpa mau mengerti kondisi kantong orang tuanya. Kedewasaan itu ketika kita sudah mampu berpikir, menilai, memutuskan dan bertindak secara bijaksana.

Kadang kita merasa sudah dewasa padahal belum dewasa. Salah satu contoh ketidak-dewasaan yang sering diperlihatkan oleh kita yang katanya sudah dewasa ini adalah TERLALU CEPAT BERKESIMPULAN. Tanpa pikir panjang sering kita terlalu cepat menyimpulkan atau menilai sesuatu secara negatif tanpa tabayyun (cari tahu) terlebih dahulu. Kita menyebut si A pasti begini dan begitu, atau yang lebih ekstrim mengatakan kelompok ini sesat dan tempatnya di neraka, kelompok itu kafir, de-es-te, tanpa mau mendengar dan memahami argumentasi mereka.

Contoh lain ketidak-dewasaan adalah EGOISME, ketika kita mengorbankan orang lain demi mencapai kebutuhan kita, tidak mau mengerti kondisi orang lain. Dan menganggap orang lain harus berfungsi sebagai alat dalam pencapaian segala keinginannya.

Dalam usaha 'menjadi dewasa' pandangan positif terhadap diri sendiri sangatlah penting. Kita yang sudah berniat dan berusaha untuk lebih dewasa menyikapi sesuatu mungkin saja dalam usaha metamorfosa itu mengalami kegagalan. Ingin berpikir positif, tapi malah berpikiran negatif? Ingin tidak emosional, tapi kenapa masih gampang marah ya? Ya... hal seperti ini manusiawi dalam proses. Tidak ada seseorang yang langsung berhasil tanpa jatuh atau tersandung terlebih dahulu. Seperti tak ada anak yang bisa langsung berjalan tanpa jatuh terlebih dahulu. Tapi apa anak ini berhenti mencoba dan menyesali diri atas kegagalannya? Tidak... Maka, jika kita gagal berubah lalu berhenti berusaha, mungkin kita lebih anak-anak daripada anak-anak? ^__^

Singkatnya, dewasa adalah Bijaksana. Bijaksana menilai diri sendiri dan orang lain ...

 
Menjadi Dewasa Menjadi Dewasa Reviewed by Fitriani Razak on 18.34 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.