Facebook

banner image

Takdir dan Sifat Emosional














Tanya:
Kadang, ketika saya tidak bisa mengontrol emosi, pertanyaan ini muncul: "Apa Allah menciptakan kita lengkap dengan sifat jelek kita?"
Saya tau emosional itu tidak baik, sangat buruk, tapi kenapa saya sulit melawannya? Apa memang dalam diri saya diciptakan emosi yang kadarnya agak tinggi? Dan bisakah saya berubah menjadi orang yang cerdas secara emosi kalau misalnya sifat emosional itu memang ditanamkan dalam diri saya?
Atau ini sudah takdir yang tak bisa dirubah? Sudah bawaan lahir?

Jawab:
Ada ciptaan Allah SWT yang tak bisa dan tak pantas dirubah, misalnya wajah, mata yang sipit, suara, dan sebagainya. Tapi ada yang dapat diubah, bahkan diperintahkan untuk diubah misal sifat2 buruk pendendam, dengki termasuk emosional. Jadi berusahalah merubah sifat emosional anda semampu anda, sampai kadar yang anda pikir benar dengan berpedoman pada wahyu dan akal. Jangan pikirkan itu takdir atau bukan. Bila mudah, mungkin balasannya hanya liburan seminggu di Bali, karena susah, itu sebabnya imbalannya abadi di surga. 

Sedikit mengenai takdir, takdir bukanlah tentang definisinya (akal) tapi tentang fungsinya. Takdir adalah semacam nuansa tangan Tuhan yang berfungsi agar manusia tidak sombong bila berhasil dalam usahanya, tidak pula putus asa bila gagal.Sedangkan mengenai definisi aqlinya, Islam melarang kita memikirkannya.

Ada dua cara memperoleh ilmu (definisi), cara pertama dengan berfikir, dan cara ke dua dengan pengalaman. Berfikir, itu telah lazim kita kenal, tapi pengalaman itu yang sering luput dari perhatian.

Rasa manis, asem, asin dan cinta misalnya, itu adalah ilmu yang didapat dari pengalaman, dimana manis. asem, asin itu sendiri bukan definisi, melainkan nama dari sebuah rasa. Saya makan gula, anda juga, org lain juga, maka kita sepakat gula adalah manis rasanya. Sekali lagi manis adalah nama untuk sebuah rasa, bukan definisi sama sekali. Definisi aqlinya tak ada.

Begitu pun takdir, ia adalah ilmu yang diperoleh dari pengalaman akan keMahabesaran Allah Swt, yg diperoleh lewat proses kontemplasi misalnya: shalat, dzikir, ngaji, dsbnya. Setelah kita sampai pada tingkat pemahaman tertentu akan kebesaran Allah swt, maka otomatis pahamlah kita akan takdir, walau kita tak mampu menjelaskannya secara bahasa & logika. 

Jadi dibutuhkan aktifitas qalbu, bukan kepala untuk memahaminya. Itu sebabnya takdir dikategorikan Allah SWT ke dalam rukun iman, dimana Rasulullah Saw bersabda, "iman itu adanya di hati". Bila kita memikirkannya (mencari definisi aqlinya) kita dapat musnah. Dan telah terbukti, tak ada satu orang pakar pun yang mampu memberi definisi aqlinya. 

Jadi pesan saya, jangan hanya lakukan aktifitas kepala (berfikir) dalam beragama, lakukan olah bathin juga. Karena dien (agama) itu adalah perpaduan harmonis dari iman (aspek akidah), islam (aspek syariat) dan ihsan (aspek akhlak). Yang dapat diartikan juga sebagai aspek bathin (iman), dzahir (Islam), dan pengejawantahan keduanya (akhlak). Demikian definisi dien dalam hadist Jibril riwayat Bukhari dan Muslim.
Wallahu a'lam.

Takdir dan Sifat Emosional Takdir dan Sifat Emosional Reviewed by Fitriani Razak on 21.10 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.