Facebook

banner image

Dari Bahasa, Lalu Kafir (Diskusi FB)

Bumi Jingga Azzura 17 Oktober pukul 19:16

Ndangi kentara bega mua' to mandaro kakak..
Meloa' pittule'io mangapa na ndang mupake logat sulawesimmu mua' d fb?
Nasanga art 2 tonic... Makassar bisa tonji...kwkwk..
Dikirim melalui Facebook Seluler

Muhammad Abid 17 Oktober pukul 22:58
Bukankah kita dianjurkan menggunakan bahasa universal? Terus, Mengapa aku harus berlogat Makassar? Aku kan bukan orang Makassar! Heheh...
Soal kafir jangan sekarang ya. Jawabannya panjang dan masih sempit.

Bumi Jingga Azzura 17 Oktober pukul 23:36
Yup! Tp bicara sm sesama sulawesi kyak sy kan gak perlu pake bhs universal? Krn org sulsel ja. Sy trkadang kagum sm org jawa, mreka snantiasa mempertahankan bhs dan atau logat jawax ktika brbicara dgn sesama jawa pun ketika d fb... Indonesia unik krn keragaman budayax..knp mau menyamakanx ktika penyamaan itu dlm situasi dmn ia tdk dbutuhkan? Slain itu, coba deh sy tdk pake logat Mks wktu komen sm tmanq wktu itu, k'Abid mungkin tdk akan tau klo sy org Mks.
I just wanna say: jangan lupakan bahasa atau paling tidak logat daerah. Meski secendekiawan apa pun otak kita. Sebanyak apapun istilah asing terkuasai.
Itu jie...
Ttng kafir, dari dulu mi qtanya...nanti terus...
Dikirim melalui Facebook Seluler

Muhammad Abid 18 Oktober pukul 0:01
Soal bahasa saja jadi ribet kayak begini. Apalagi soal kafir. Hahahahahah....
0. Kata orang, jangan melupakan kearifan lokal. Kataku, kadang aku meninggalkan kearifan lokal jika kutemukan kearifan yang lebih arif.
1. Ponakanku yang baru belajar bicara, kami ajari bicara dengan bahasa Mandar. Soal bahasa Indonesia kelak akan ia pelajari ketika masuk TK. Dia juga bisa belajar sendiri melalui televisi.
2. Aku Mandar, Sulawesi, Indonesia. Tapi agamaku adalah Islam, yang nota bene adalah agama impor. So, dalam segala hal yang menurutku tidak mengandung unsur budaya Mandar, aku tidak berbahasa Mandar. Aku sering kok berbahasa Mandar di dinding Sandal Jepit dan Albar. Soal logat Makassar, aku memang dari dulu tidak pernah berlogat Makassar.
3. Soal kafir.
3a. Tentu saja Rasulullah tidak bersahabat dengan orang kafir. Dalam bersahabat atau berteman akrab, tentu saja beliau lebih membutuhkan orang-orang di sekelilingnya. Beliau adalah Rasulullah sekaligus kepala negara. Jadi otomatis beliau hanya akan akrab secara personal dengan orang-orang dekatnya.
3b. Dalam Al-Quran pun, Allah tidak pernah berusaha membuktikan keberadaan-Nya. Dia hanya mengajak semua manusia berpikir, dan menantang semua pengingkar-Nya untuk membuktikan kesalahan Mahakarya-Nya (Al-Quran) dan membuktikan secara ilmiah bahwa Dia tidak ada. INKUNTUM SHADIQIN. Demikian Ia berulang kali mengajukan tantangan-Nya. Lalu mengapa kita harus repot-repot "membela"-Nya? Toh Ia tak perlu dibela!
3c. Selalu kukatakan bahwa masalah kita terutama justru berasal dari dalam. Kita semakin rapuh dan keropos. Jika ini terus terjadi, tanpa serangan dari luar pun pada akhirnya kita akan hancur. Nah, daripada menghabiskan energi untuk menghadapi musuh yang hanya ada dalam bayangan (serangan dari luar yang tidak berpengaruh apa-apa terhadap keislaman kita), lebih baik kita membenahi diri dari dalam.
3d. Aku belum menggunakan dalil nash, karena aku masih memberimu kesempatan untuk "membantah".

Bumi Jingga Azzura 18 Oktober pukul 1:06
Sy blum pernah mendapati k'Abid menegur ataupun menasehati PN saat dia menghina Allah dan Rasul, atau paling tdk memberi jwbn ilmiah yg bs "sdikit melawan" penghinaanx. Apa k'Abid tdk mrasa tdk enak saat dia menghina Allah dan Rasul?
Dan d SMS td kan pertanyaanq, apa boleh berteman akrab...dst..
Dan k'Abid bilang BOLEH. Nah lho?
Dikirim melalui Facebook Seluler

Muhammad Abid 18 Oktober pukul 1:22
0. Aku tidak merasa perlu menegur siapapun kecuali jika mereka mengacau di dindingku atau di Forum Diskusi, atau menyerangku lebih dahulu. Tidak pernah membantah? Bukankah ada yang kupublikasi di blog? PN sendiri cenderung menghindari konfrontasi denganku. Lagi pula, jika dia merasa perlu berdiskusi denganku, dia dapat menghubungiku via inbox.
1. Perubahan sikap PN itu (tidak sekalap dulu) justru karena ia ingin mempertahankan mitra diskusinya yang sepadan. Lulu, Reno, Dara, Ibtihal, apalagi Sabrina, dll, termasuk akrab dengannya, tapi sering kena getah hujatannya. Mengapa? Karena mereka selalu berusa MENGAJARI PN. Sikap PN sangat berbeda padaku, Jantung Hati, Indra Prayana, Prabowo Yulianto Ismu, Sandal Jepit, dst. Mengapa? Karena kami dianggap lebih toleran dan dapat diajak berdiskusi dengan kepala dingin.
2. Jika aku merasa peduli dengan orang-orang seperti PN, itu bukan karena aku tersinggung apalagi marah ketika mereka menghujat Allah dan rasul-Nya. Semua itu semata-mata karena aku kasihan kepada mereka dan ingin tahu apa sebabnya sehingga mereka begitu, untuk kemudian mencari gerangan apa solusi demi kebaikannya sendiri.
3. Ya boleh. Karena aku bukan siapa-siapa, bukan apa-apa, hanya cuma, yang dapat berakrab ria dengan siapa saja. Berbeda dengan Rasulullah yang harus fokus kepada tugasnya dan tidak memiliki mitra sejajar dari golongan agama lain. Semua cendekiawan Muslim kontemporer mempunyai sahabat non-Muslim. Itu sebabnya, Imam Khomaeni pun pernah menghadiri undangan Natalan di Prancis.

Bumi Jingga Azzura 18 Oktober pukul 7:03
Maaf kak, okelah klo k'Abid menganggap bukan siapa2. Tp bukankah qt umat Rasul yg mestix meneladani sikap beliau? Beliau tdk kasar dan tdk mngeluarkan kata2 keji trhadap kafir penghujat, tp beliau pun tdk mngambil mreka sbg tman karib. Tdk brsenda gurau dgn mreka tp scara brsamaan d sisi lain mreka menghina islam.
Tetangga2 Rasul dlu adlh kafir penghujat... Lalu apa Rasul berteman akrab dgnx? Kalau Rasul mau beliau bisa saja kan tetangga? Dekat? Kalaupun Rasul prnah menjenguk kafir yg SAKIT itu sbg bentuk kemanusiaan. Tp dgn kafir yg masih AKTIF menghujat?
Al-Maidah ayat 51 dan Al-Mumtahanah ayat 1, apa artix ayat2 ini bg k'Abid?
Klo mnurutku kak, okelah qt baik maksud sy SOPAN dgn mreka, tp bkn berarti melupakan dakwah brupa nasehat atau teguran saat mreka menghujat. Tentux dgn jawaban yg mngandung ilmu bukan skedar ucapan2 kasar.
Dikirim melalui Facebook Seluler

Muhammad Abid 18 Oktober pukul 8:41
0. Kupikir kau sudah bisa menangkap bahwa Rasulullah tidak berakrab ria dengan kafir karena tidak sempat, bukan karena enggan. Bahkan, demi memaksimalkan kesempatan ini, Rasulullah pernah terjebak kesalahan yang diabadikan Al-Quran dengan teguran. ABASA, nama Surah ke-80. "Dia bermuka masam dan berpaling. Karena telah datang seorang buta kepadanya" (ayat 1-2). Orang buta itu datang kepada Rasulullah meminta ajaran tentang dasar-dasar Islam yang sebenarnya dapat ia tanyakan kepada sahabat yang lain. Rasulullah ketika itu sedang fokus berunding dengan pembesar-pembesar Quraisy. Inilah yang di atas telah kusebutkan tentang "mitra sejajar dari golongan agama lain". Namun tentu saja pembesar Quraisy yang diterima Rasulullah saat itu tidak bisa disebut "mitra", karena jelas mereka memusuhi Rasulullah. Itu sebabnya Rasulullah ditegur Allah, karena mengistimewakan musuh (bukan mitra) ketimbang saudara sendiri.
1. Kafir penghujat di zaman Rasul? Adakah kafir di dekat beliau yang berani menghujat Islam setelah periode Madinah? Bukankah mereka mengekspresikan kebenciannya dengan diam-diam sambil menyusun strategi penyerangan bekerja sama dengan kafir Quraisy untuk kemudian mengobarkan perang? Khusus untuk periode Makkah, bukankah hujatan mereka lebih didasari ketidaktahuan + kesetiaan kepada tradisi nenek moyang yang menunjukkan bahwa mereka tidak berpikiran terbuka? Lalu samakah mereka dengan Penghujat zaman sekarang yang lebih dipengaruhi oleh trauma tertentu + pikiran yang kritis?
2. Al-Ma'idah:51. Jangan menjadikan pemimpin. Bukan jangan berteman akrab. Terus, aku memahami ayat ini tidak secara umum dan berlaku kapan dan di manapun. Jika ini akan kau pahami sebagai berlaku mutlak kapan dan di mana saja, anggaplah aku dll sebagai orang yang disindir oleh ayat 52, sementara kau dll sebagai orang yang dipuji ayat 53.
3. Al-Mumtahanah:1-4. Awliya', seakar dengan kata wali, yang berarti wakil. Berarti, tidak mutlak dipahami sebagai berteman. Kalaupun tetap harus dipahami sebagai berteman, konteksnya adalah pertemanan yang didasari kekerabatan, bukan persahabatan netral. Ayat selanjutnya sampai habis malah menganjurkan kita berbuat adil kepada siapapun, sepanjang mereka tidak mengobarkan perang agama dan menjajah, merampas, apalagi mengusir kita dari tempat tinggal kita.
4. Nabi saw. pernah cenderung mempersalahkan seorang Yahudi yang tidak bersalah - karena bersangka baik terhadap keluarga kaum Muslim yang menuduhnya. Sikap Nabi tersebut ditegur langsung oleh Allah dengan menurunkan surat An-Nisa, [4]: 105. "Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya engkau mengadili antarmanusia dengan apa yang Allah wahyukan kepadamu. Dan janganlah engkau menjadi penantang (orang yang tidak bersalah) karena (membela) orang-orang yang khianat."
5. Al-Qur'an juga menyatakan bahwa, "Apabila mereka condong kepada salam (perdamaian), maka condong pulalah kepadanya, dan berserah dirilah kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui" (QS Al-Anfal [8]: 61). PN jelas condong berdamai denganku dan teman-teman lain. Yang sangat ia musuhi adalah mereka yang juga aktif menjelek-jelekkan keyakinannya selama ini. "Dan janganlah kamu memaki sesembahan-sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan." (al-An'am [6]:108).
6. "Di antara Ahl Al-Kitab ada yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu, dan di antara mereka ada juga yang jika kamu percayakan kepadanya satu dinar (saja) tidak dikembalikannya kepadamu, kecuali selama kamu berdiri (selalu menagihnya). Yang demikian itu karena mereka berkata (berkeyakinan) bahwa tidak ada dosa bagi kami (memperlakukan tidak adil) terhadap orang-orang ummi (Arab). Mereka berkata dusta terhadap Allah padahal mereka mengetahui" (QS Ali 'Imran [3]: 75). "Dan sesungguhnya di antara Ahl Al-Kitab ada orang yang beriman kepada Allah, dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu, dan apa yang diturunkan kepada mereka sedang mereka berendah hati kepada Allah, dan mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. Mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Sesungguhnya Allah amat cepat perhitungan-Nya" (QS Ali 'Imran [3]: 199).
7. Aku berusaha dengan caraku sendiri untuk menyadarkan mereka. Tapi ketika PN, misalnya, sedang saling hujat dengan teman-teman Muslim, pasti aku hanya jadi penonton setia. Aku harus tahu siapa di antara teman-teman Muslim yang benar-benar tulus, dan siapa yang hanya gaya-gayaan, sok jago, dan cari pembenaran sendiri, tanpa pernah peduli akan sekian banyak KEBENARAN yang digamblangkan Pangeran Nimbang.

Kucukupkan sampai di sini dulu. Jika masih ada yang ingin dirembukkan, dan berkaitan dengan 8 poin di atas, tolong pertahankan nomor poinnya agar aku bisa dengan mudah menjawabnya. Kalau yang akan kau bahas berikutnya adalah poin yang lain, maka nomorilah mulai dari 8.
Selamat beraktivitas. Wassalam.

COPAS dari:

Dari Bahasa, Lalu Kafir (Diskusi FB) Dari Bahasa, Lalu Kafir (Diskusi FB) Reviewed by Fitriani Razak on 17.15 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.